Tips cara mengurangi turnover karyawan lewat tes rekrutmen

Cara Mengurangi Turnover Karyawan: Dimulai Saat Tes Rekrutmen

Turnover tenaga kerja merupakan salah satu tantangan terbesar dalam pengelolaan sumber daya manusia. Turnover kerap dikatakan sebagai bentuk ukuran, seberapa sering terjadi pergantian tenaga kerja dalam sebuah perusahaan selama jangka waktu tertentu.

Tingginya kepergian karyawan berpengaruh signifikan terhadap kinerja dan keberlangsungan bisnis. Oleh karena itu, perusahaan perlu memahami cara mengurangi turnover karyawan di internalnya.

Cara mengurangi turnover karyawan tidak hanya mengenai penambahan gaji atau peningkatan fasilitas kerja. Sebab, hal lainnya yang berpengaruh juga terkait dengan kepuasan, keterlibatan, dan kecocokan karyawan terhadap lingkungan kerja. 

Lalu, bagaimana cara mengurangi turnover karyawan di perusahaan? Mari kita pahami bersama-sama dalam artikel berikut!

Penyebab Terjadinya Turnover Karyawan?

Turnover bukan terjadi secara mendadak, melainkan hasil dari berbagai faktor yang tidak selalu terlihat jelas oleh pihak manajemen. Tingginya tingkat karyawan yang resign bisa disebabkan oleh berbagai faktor.

Salah satu faktornya adalah ketidakpuasan kerja, baik dalam bentuk tugas monoton, tidak sesuai ekspektasi, atau beban kerja tidak proporsional dengan benefit yang diterima. Ketika karyawan merasa lelah secara mental maupun emosional tanpa kompensasi yang sepadan, keputusan untuk resign hanya tinggal menunggu waktu.

Masalah manajemen juga menjadi pemicu utamanya. Setidaknya ada beberapa hal yang bisa disorot seperti gaya kepemimpinan otoriter, micromanaging, hingga komunikasi tertutup, seringkali membuat karyawan merasa tidak dipercaya dan tidak diberdayakan. 

Apalagi, jika terdapat keputusan sepihak tanpa melibatkan tim, sehingga menciptakan jarak emosional antara atasan dan bawahan. Kurangnya empati dan minimnya apresiasi atas kinerja pun memperparah ketidakpuasan tersebut.

Lingkungan kerja toxic dan tidak suportif juga menjadi faktor. Budaya negatif seperti gosip, politik kantor, atau saling menjatuhkan, memicu tekanan psikologis membuat ketidaknyamanan pada karyawan. 

Sering kali, perusahaan juga gagal menyediakan ruang untuk berkembang, baik dalam bentuk pelatihan, mentoring, maupun jenjang karir. Akibatnya, karyawan merasa stagnan dan mulai mencari peluang di tempat lain yang lebih memberi harapan masa depan.

Selain faktor psikologis dan budaya, ada juga alasan struktural, seperti masalah finansial dan ketidakmampuan perusahaan menawarkan work-life balance.  Ketika perusahaan tidak mampu memberikan gaji kompetitif, tunjangan memadai, atau fleksibilitas kerja, karyawan akan lebih mudah tergoda oleh tawaran dari luar. 

Sebab, burnout dan ketidakseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi menjadi faktor signifikan dalam tingginya angka pengunduran diri karyawan, terutama di kalangan pekerja muda.

Baca Juga: Quiet Cutting: Krisis Etika HRD atau Strategi Efisiensi?

Bagaimana Cara Mengurangi Turnover Karyawan?

Mengatasi permasalahan ketenagakerjaan seperti ini menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh setiap perusahaan. Berikut adalah beberapa cara untuk mengurangi tingkat turnover karyawan:

Meningkatkan Kepuasan Kerja Karyawan

Seperti, memberikan kejelasan job desc, target kerja realistis, hingga pemenuhan hak dasar seperti gaji, tunjangan, dan fasilitas pendukung. Ketika karyawan merasa diperlakukan secara adil, loyalitas dan produktivitas pun akan tumbuh.

Meningkatkan Keterlibatan Karyawan 

Dalam proses pengambilan keputusan, sering kali karyawan merasa tidak didengar. Menerapkan komunikasi yang terbuka, transparan, dan berbasis empati membuat karyawan merasa menjadi bagian penting dari organisasi.

Ciptakan Budaya Kerja Mendukung

Hindari praktik diskriminatif, menghentikan budaya toxic seperti gosip, serta mendorong kolaborasi tim lebih banyak. Lingkungan kerja yang positif secara psikologis tidak hanya membuat karyawan betah, tapi juga meningkatkan performa secara konsisten.

Memberikan Program Pengembangan Karir 

Karyawan yang saat ini kerja di bagian satu posisi, juga ingin tahu ke mana arah masa depan mereka, bukan hanya menjalani rutinitas harian tanpa arah. Mentoring, pelatihan, mutasi pekerjaan, serta promosi internal bisa menjadi bentuk dukungan untuk pertumbuhan. 

Bersamaan dengan itu, apresiasi dan penghargaan atas kontribusi juga harus menjadi budaya, baik dalam bentuk bonus, pengakuan publik, atau tanggung jawab lebih besar yang berarti.

Melakukan Proses Rekrutmen yang Tepat Sejak Awal

HR tidak boleh asal rekrut karyawan, karena berisiko tinggi untuk gampang resign. Maka dari itu, proses seleksi harus dirancang bukan hanya untuk mencari kandidat berbakat, tapi kandidat yang benar-benar sesuai baik secara kemampuan, nilai, maupun kesiapan beradaptasi dalam kultur perusahaan. Menggunakan rekrutmen yang selektif dan menyeluruh, bisa mengantisipasi ledakan karyawan resign dari awal.

Baca Juga: Kenapa Pelatihan Supervisor HRD Penting Bagi Profesional?

Tes Seleksi Karyawan Apa Aja?

Sebagai upaya mengurangi turnover, memperbaiki proses rekrutmen menjadi langkah ideal. Tujuannya agar perusahaan dapat memastikan kandidat yang dipilih benar-benar tepat, baik secara kompetensi, potensi, maupun karakter. Untuk itu, perusahaan perlu menyusun proses tes rekrutmen yang komprehensif dan terstruktur sesuai kebutuhan tim.

Umumnya, seleksi awal dimulai dari tahap administrasi. Pada tahap ini, HR akan memeriksa dokumen kandidat, mulai dari CV, surat lamaran, ijazah, hingga portofolio jika diperlukan. Tujuannya adalah mencocokkan latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, serta kesesuaian umum terhadap posisi yang dilamar. 

Meskipun terlihat simple, tahap awal ini penting untuk menyaring kandidat yang memenuhi syarat dasar sebelum lanjut ke tahap tes rekrutmen berikutnya. Setelah lolos tahap administrasi, kandidat akan masuk ke tahap-tahap seleksi yang lebih substansial.

Salah satu tes yang harus diperhatikan HRD agar dapat menemukan karyawan yang tepat yaitu melakukan tes potensi dan tes kemampuan teknis. 

Tes potensi bertujuan mengukur kapasitas kandidat secara lebih mendalam melalui alat ukur psikotes. Pada tes ini, prosesnya meliputi pengukuran:

  • Kemampuan intelektual: untuk mengukur IQ bawaan kandidat. Jenis tes yang banyak digunakan HR adalah  IST test
  • Kemampuan kerja: diukur melalui aspek daya tahan, kecepatan, dan ketelitian. Jenis tes yang umum digunakan untuk menilai aspek ini antara lain tes Pauli dan Kraepelin.
  • Kepribadian: meliputi aspek gaya komunikasi, stabilitas emosi, dominasi, kerja sama dengan tes yang dipakai yaitu DISC

Setelah serangkaian tes potensi tersebut dilakukan, HRD perlu melakukan interpretasi hasil psikotes untuk mengambil keputusan, apakah terdapat kecocokan dengan budaya kerja dan posisi. Keputusan yang diambil dapat berupa disarankan, dipertimbangkan atau tidak disarankan

Setelah itu, proses berlanjut ke tes kemampuan teknis, yang disusun sesuai dengan bidang pekerjaan yang dilamar. Tujuan utama tes ini adalah menilai apakah kandidat memiliki pengetahuan dan keterampilan spesifik yang dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaannya. 

Misalnya, untuk posisi akuntansi, tes bisa meliputi soal jurnal umum, neraca, dan analisis laporan keuangan. Begitu juga untuk posisi yang lain.

Tahapan menyusun tes teknis biasanya dimulai dari mapping jumlah posisi dan identifikasi job description. Selanjutnya, HR dan user menyusun soal dan kunci jawaban yang sesuai dengan posisi. Sumber penyusunan soal teknis umumnya mengacu pada silabus akademik atau standar kompetensi akademis.

Contoh lainnya untuk posisi finance, soal bisa diadaptasi dari materi prodi Akuntansi di universitas. Setelah mendapatkan hasil akan diklasifikasikan berdasarkan kategori penilaian, untuk mempermudah pemetaan kemampuan kandidat secara objektif.

Perbedaan utama dengan tes kompetensi teknis, yakni jika tes potensi bisa digeneralisasikan untuk semua posisi pekerjaan, dan hanya bisa dilakukan untuk kalangan terbatas. Sedangkan, tes kemampuan teknis, hanya diperuntukkan untuk satu posisi pekerjaan dan bisa digunakan oleh siapa saja.

Tahap akhir dalam proses seleksi biasanya adalah sesi wawancara. Jika dulu konvensional interview hanya bisa mendapatkan jawaban yang sifatnya teoritis atau klise. Maka, metode BEI (Behavioral Event Interview) dapat menjadi pilihan yang paling cocok. Sifat BEI tidak hanya mengandalkan asumsi, tapi bukti experience in the past – peran spesifik yang dilakukan – hasil yang didapat.

Sebab, interview ini juga menggali pengalaman masa sebelumnya untuk memprediksi perilaku masa depan. Misalnya, kandidat diminta menceritakan situasi sulit di pekerjaan sebelumnya, bagaimana ia menyelesaikannya, dan apa hasil akhirnya. HR bisa menilai bagaimana kandidat merespons tekanan, mengambil keputusan, atau berkolaborasi dalam tim.

Baca Juga: Bisakah Sertifikasi Profesi HRD Menjamin Dapat Kerja?

Menilai Karyawan Loyal dari Tes Rekrutmen

Loyalitas karyawan memang bukan sesuatu yang bisa diukur secara mutlak dari awal. Namun, melalui proses tes rekrutmen yang dirancang dengan tepat, perusahaan sebenarnya bisa mendapatkan tanda loyalitas kandidat.

Kuncinya ada pada bagaimana sebagai HR membaca kompetensi, riwayat pengalaman kerja, serta hasil wawancara perilaku menyeluruh dan mendalam mulai dari seleksi awal.

Pertama, kandidat berkompetensi kuat cenderung lebih percaya diri, mampu beradaptasi, dan tidak cepat merasa frustasi saat menghadapi tantangan kerja. Mereka juga biasanya lebih termotivasi untuk bertumbuh bersama perusahaan, bukan hanya sekadar bekerja.

Dalam tes potensi, dapat mencerminkan stabilitas kepribadian, daya tahan kerja, dan kemampuan belajar cepat. Semua itu menjadi indikator kesiapan seseorang berkembang atau ternyata mudah menyerah di tengah jalan.

Selanjutnya, riwayat pengalaman kerja juga bisa jadi referensi. HR bisa dapat penilaian apakah kandidat memiliki pola berpindah kerja terlalu cepat, atau justru menunjukkan komitmen lama di satu tempat. 

Bukan berarti job hopper pasti tidak loyal, tapi rentang waktu bekerja, alasan resign, dan jenis tantangan yang pernah dihadapi bisa menjadi gambaran awal. Misalnya, kandidat yang pernah bertahan di lingkungan kerja penuh tekanan lama, menunjukkan daya tahan dan ketekunan yang tinggi, itu termasuk dua ciri utama dari loyalitas.

Tidak kalah penting, melalui hasil wawancara perilaku dapat melihat karakter kerja seseorang secara langsung. Saat kandidat menceritakan bagaimana mereka menyelesaikan konflik, bertahan dalam tekanan, atau menangani perubahan besar, recruiter bisa melihat nilai-nilai seperti ketekunan, komitmen, kemampuan adaptasi, hingga integritas. Kandidat yang konsisten menunjukkan pendekatan positif dalam situasi sulit, biasanya juga lebih bisa dipercaya untuk bertahan dan berkembang di jangka panjang.

Tes rekrutmen yang digabungkan dari potensi dan kompetensi objektif, rekam jejak, serta wawancara BEI akan membantu perusahaan tidak hanya menemukan kandidat kompeten secara teknis, tapi juga yang memiliki karakter kuat untuk bertahan dan tumbuh bersama perusahaan.

Karena pada akhirnya, loyalitas bukan hanya bertahan lama, tetapi kemampuan dan kematangan untuk menghadapi proses kerja dalam berbagai kondisi.

Melalui proses rekrutmen yang tepat, perusahaan bisa mendapatkan gambaran utuh tentang kandidat, baik secara kompetensi, karakter, hingga potensi loyalitas. Tapi perlu diingat, perusahaan juga punya tanggung jawab besar memberikan kompensasi, benefit, fasilitas, dan program pengembangan SDM agar karyawannya betah kerja dan tidak mudah resign. ***

Kontributor: Roudlotul Auwalina

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *