Hak Cuti Karyawan: Panduan Lengkap Sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan – Memahami hak cuti karyawan adalah aspek penting dalam hubungan kerja yang sehat dan produktif. Cuti tidak hanya berfungsi sebagai waktu istirahat bagi karyawan, tetapi juga sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi mereka.
Di Indonesia, hak cuti diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dengan memahami regulasi ini, karyawan dapat memastikan hak mereka dipenuhi, sementara HR dan perusahaan dapat menerapkan kebijakan cuti yang sesuai hukum.
Artikel ini akan membahas secara komprehensif berbagai jenis cuti yang menjadi hak karyawan, prosedur pengajuan, serta aturan yang berlaku.
Jenis-Jenis Cuti Karyawan yang Diatur dalam Undang-Undang
Setiap karyawan memiliki hak cuti yang berbeda tergantung dari jenis dan kebutuhannya. Berikut adalah jenis-jenis cuti yang wajib diketahui:
1. Cuti Tahunan
Cuti tahunan adalah hak yang diberikan kepada karyawan setelah mereka bekerja selama 12 bulan berturut-turut di sebuah perusahaan. Berdasarkan Pasal 79 UU Ketenagakerjaan, setiap karyawan berhak mendapatkan minimal 12 hari cuti per tahun.
Cuti tahunan ini tidak termasuk hari libur nasional atau cuti bersama. Selain itu, beberapa perusahaan mungkin memiliki kebijakan tambahan, seperti memberikan lebih dari 12 hari cuti untuk jabatan tertentu atau berdasarkan kesepakatan dalam perjanjian kerja bersama.
Namun, bagi karyawan kontrak yang belum mencapai masa kerja 12 bulan, cuti tahunan tidak diberikan. Jika seorang karyawan tidak menggunakan cuti tahunannya, kebijakan perusahaan dapat menentukan apakah cuti tersebut dapat diakumulasi untuk tahun berikutnya atau hangus.
2. Cuti Sakit
Jika seorang karyawan jatuh sakit dan tidak bisa bekerja, ia berhak mendapatkan cuti sakit. Namun, untuk cuti sakit lebih dari satu hari, perusahaan umumnya meminta surat keterangan dokter sebagai bukti.
Menurut Pasal 93 UU Ketenagakerjaan, selama cuti sakit, karyawan tetap berhak mendapatkan gaji dengan ketentuan:
- 4 bulan pertama: menerima upah penuh.
- Bulan ke-5 hingga ke-8: menerima 75% dari upahnya.
- Bulan ke-9 hingga ke-12: menerima 50% dari upahnya.
- Setelah 12 bulan: menerima 25% upah, sebelum akhirnya perusahaan bisa mengakhiri hubungan kerja.
Jika sakit disebabkan oleh kecelakaan kerja, karyawan tetap mendapatkan kompensasi dan perawatan medis yang ditanggung oleh BPJS Ketenagakerjaan.
3. Cuti Melahirkan
Karyawan perempuan yang hamil berhak mendapatkan cuti melahirkan selama 3 bulan, yang terdiri dari:
- 1,5 bulan sebelum melahirkan
- 1,5 bulan setelah melahirkan
Selama masa cuti ini, karyawan tetap berhak menerima gaji penuh. Perusahaan juga dilarang memecat karyawan yang sedang cuti melahirkan, karena hal ini melanggar hukum ketenagakerjaan.
Selain itu, ibu yang masih menyusui berhak mendapatkan waktu khusus untuk pumping ASI selama jam kerja, sebagai bentuk perlindungan bagi ibu bekerja.
4. Cuti Besar
Cuti besar diberikan kepada karyawan yang telah bekerja setidaknya 6 tahun berturut-turut di sebuah perusahaan. Durasi cuti besar bervariasi tergantung kebijakan perusahaan, tetapi umumnya sekitar 2 hingga 3 bulan.
Cuti besar tidak bersifat wajib di semua perusahaan, tetapi biasanya diberikan sebagai bagian dari penghargaan loyalitas kerja kepada karyawan dengan masa kerja panjang.
5. Cuti Tanpa Gaji
Cuti tanpa gaji dapat diajukan oleh karyawan untuk keperluan tertentu yang tidak tercakup dalam cuti lain, seperti:
- Melanjutkan pendidikan
- Keperluan keluarga yang mendesak
- Perjalanan panjang
Karena cuti ini tidak masuk dalam hak wajib, pengajuannya harus mendapatkan persetujuan dari perusahaan terlebih dahulu. Selama masa cuti ini, karyawan tidak menerima gaji dan status hubungan kerja tetap dipertahankan.
6. Cuti Menikah
Setiap karyawan yang menikah berhak mendapatkan cuti selama 3 hari kerja, yang tetap dibayar penuh oleh perusahaan.
Jika pernikahan membutuhkan waktu lebih lama, karyawan dapat mengajukan cuti tahunan atau cuti tanpa gaji tambahan sesuai kebijakan perusahaan.
7. Cuti Kematian Keluarga
Ketika ada anggota keluarga inti (suami, istri, anak, orang tua, mertua, atau saudara kandung) meninggal dunia, karyawan berhak mendapatkan 2 hari cuti tanpa potongan gaji.
Beberapa perusahaan juga dapat memberikan tambahan waktu cuti berdasarkan kebijakan internal atau perjanjian kerja bersama.
8. Cuti Haji atau Umrah
Beberapa perusahaan memberikan cuti khusus bagi karyawan yang ingin menunaikan ibadah haji atau umrah.
- Untuk ibadah haji reguler, durasi cutinya bisa mencapai 40 hari.
- Untuk umrah, biasanya diberikan sekitar 10 hingga 15 hari, tergantung kebijakan perusahaan.
Namun, tidak semua perusahaan memberikan cuti haji atau umrah sebagai hak wajib, sehingga karyawan perlu memeriksa kebijakan internal masing-masing tempat kerja.
Prosedur Pengajuan Cuti Karyawan
Setiap perusahaan memiliki aturan dan kebijakan berbeda dalam mengatur sistem cuti karyawan. Namun, secara umum, ada prosedur standar yang harus diikuti oleh karyawan sebelum mereka dapat menggunakan hak cuti mereka.
Prosedur ini bertujuan untuk menjaga transparansi, menghindari kekosongan tenaga kerja yang mengganggu operasional perusahaan, serta memastikan bahwa karyawan mendapatkan hak cuti mereka sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Berikut adalah proses pengajuan cuti yang biasanya diterapkan di banyak perusahaan:
1. Menentukan Jenis Cuti yang Akan Diambil
Langkah pertama sebelum mengajukan cuti adalah memastikan jenis cuti yang sesuai dengan kebutuhan karyawan. Perusahaan memiliki berbagai kebijakan cuti, seperti cuti tahunan, cuti sakit, cuti melahirkan, cuti besar, cuti menikah, cuti kematian keluarga, dan cuti tanpa gaji.
Jika seorang karyawan mengalami sakit dan tidak dapat bekerja, mereka harus mengajukan cuti sakit, bukan cuti tahunan. Jika mereka ingin pergi ibadah haji, maka mereka bisa mengajukan cuti haji atau umrah. Oleh karena itu, mengetahui hak cuti yang tersedia menjadi langkah awal sebelum melakukan pengajuan.
2. Memeriksa Sisa Jatah Cuti yang Tersedia
Setelah menentukan jenis cuti yang akan diambil, langkah berikutnya adalah memeriksa jumlah sisa cuti yang masih tersedia.
- Untuk cuti tahunan, karyawan perlu mengetahui apakah mereka masih memiliki jatah cuti atau tidak. Jika jatah cuti sudah habis, maka cuti tetap bisa diajukan, tetapi biasanya akan dikategorikan sebagai cuti tanpa gaji.
- Untuk cuti sakit, jatah cuti bisa berbeda-beda tergantung dari peraturan perusahaan dan kondisi kesehatan karyawan.
- Beberapa perusahaan menerapkan sistem akumulasi cuti, artinya cuti yang tidak digunakan dalam satu tahun bisa diakumulasi ke tahun berikutnya, sedangkan di perusahaan lain cuti yang tidak digunakan akan hangus.
Sisa cuti biasanya dapat diperiksa melalui HRD, sistem HR digital, atau catatan manual perusahaan. Karyawan harus melakukan pengecekan terlebih dahulu agar tidak mengalami kesalahpahaman ketika mengajukan cuti.
3. Mengisi Formulir Pengajuan Cuti
Setelah menentukan jenis cuti dan memeriksa sisa cuti yang tersedia, karyawan perlu mengisi formulir pengajuan cuti yang telah disediakan oleh perusahaan. Formulir cuti biasanya berisi:
- Nama karyawan dan jabatan.
- Jenis cuti yang diajukan (misalnya: cuti tahunan, cuti sakit, cuti menikah).
- Tanggal mulai dan berakhirnya cuti.
- Alasan pengajuan cuti.
- Informasi kontak jika perusahaan membutuhkan koordinasi selama cuti.
- Tanda tangan karyawan sebagai persetujuan formal atas pengajuan cuti.
Saat ini, banyak perusahaan telah menggunakan sistem HR digital yang memungkinkan karyawan mengajukan cuti secara online tanpa harus mengisi formulir fisik.
Melalui sistem ini, karyawan cukup masuk ke portal karyawan, memilih jenis cuti yang akan diajukan, mengisi tanggal cuti, dan mengunggah dokumen pendukung jika diperlukan (seperti surat dokter atau dokumen pernikahan).
4. Mengajukan Permohonan Cuti kepada Atasan atau HRD
Setelah formulir cuti diisi, karyawan perlu mengajukan permohonan kepada atasan langsung atau HRD untuk mendapatkan persetujuan.
- Jika cuti hanya berlangsung 1-2 hari, biasanya cukup disetujui oleh atasan langsung tanpa perlu persetujuan dari manajemen tingkat atas.
- Jika cuti yang diajukan lebih lama, misalnya lebih dari 5 hari kerja, biasanya perlu mendapat persetujuan dari HRD atau manajer senior.
- Untuk cuti yang lebih panjang seperti cuti besar atau cuti tanpa gaji, perusahaan mungkin akan meminta diskusi lebih lanjut terkait alasan dan dampaknya terhadap operasional.
Proses pengajuan cuti di beberapa perusahaan bisa cepat (dalam hitungan jam) jika sistemnya sudah terdigitalisasi, tetapi di perusahaan yang masih menggunakan metode manual, prosesnya bisa memakan waktu beberapa hari.
Pastikan karyawan mengajukan cuti jauh-jauh hari sebelum tanggal cuti untuk menghindari penolakan atau keterlambatan persetujuan.
5. Menunggu Konfirmasi Persetujuan Cuti
Setelah cuti diajukan, karyawan harus menunggu konfirmasi resmi dari HRD atau atasan. Persetujuan ini dapat diberikan melalui email, sistem HR digital, atau secara lisan.
Jika cuti disetujui, karyawan dapat mulai menyiapkan diri untuk beristirahat atau melakukan aktivitas sesuai rencana cutinya.
Jika cuti ditolak, biasanya ada beberapa alasan seperti:
- Jatah cuti sudah habis.
- Permohonan diajukan terlalu mendadak tanpa koordinasi yang cukup.
- Karyawan sedang dibutuhkan di proyek penting atau operasional perusahaan.
- Dokumen pendukung tidak lengkap (misalnya cuti sakit tanpa surat dokter).
Dalam kasus cuti ditolak, karyawan bisa berdiskusi ulang dengan atasan untuk mencari alternatif solusi, misalnya menunda cuti atau mengajukan cuti di waktu yang lebih sesuai dengan kondisi operasional perusahaan.
Kesimpulan
Pengajuan cuti adalah hak karyawan, tetapi harus dilakukan dengan prosedur yang benar. Dengan memahami prosedur pengajuan cuti ini, karyawan dapat mengajukan cuti dengan lebih lancar dan perusahaan dapat mengelola kehadiran karyawan dengan lebih efektif.
Jika Anda ingin memahami lebih dalam tentang regulasi ketenagakerjaan dan kebijakan SDM, Anda bisa mengikuti pelatihan HR dan manajemen tenaga kerja di Human Capital University.
- Hubungi Kami Sekarang: 0851-7689-1722
- Lokasi Kami: Ruko Safira Garden No.A1/10, Krajan, Sepande, Kec. Candi, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur 61271

Human Capital University adalah lembaga pelatihan dan sertifikasi HR terkemuka yang berfokus pada peningkatan kompetensi profesional SDM. Artikel kami disusun oleh para ahli HR dan trainer bersertifikasi untuk membantu profesional, perusahaan, dan fresh graduate meningkatkan keterampilan serta pemahaman mereka dalam dunia HR