Larangan penahanan ijazah oleh perusahaan dari Kemnaker yang wajib diketahui HRD

Kemnaker Haramkan Penahanan Ijazah oleh Perusahaan, HRD Harus Apa?

Kasus penahanan ijazah oleh perusahaan masih ramai dibahas. Fenomena ini sebenarnya bukan hal baru, tapi belakangan menjadi perhatian luas karena munculnya berbagai laporan dari pekerja yang merasa dirugikan. Apalagi, laporan tersebut viral di media sosial memunculkan kembali perbincangan tentang etika dan legalitas perusahaannya.

Salah satu kasus viral yang mencuat menyeret nama perusahaan terjadi di Surabaya. Pekerja melaporkan bahwa ijazah mereka ditahan tanpa kejelasan dan sulit diambil meskipun status kerja sudah berakhir.

Netizen turut bersuara dan menyoroti fenomena penahanan ijazah oleh perusahaan. Sehingga turut mendapatkan atensi dari stakeholder. Salah satunya Kemnaker yang bertanggung jawab terhadap pengawasan ketenagakerjaan di Indonesia.

Angin segar dibawa oleh Kemnaker yang kini melarang praktik penahanan ijazah oleh perusahaan. Fakta ini diperkuat dengan diterbitkannya Surat Edaran mengenai larangan penahanan ijazah dan/atau dokumen pribadi oleh pemberi kerja. 

Kenapa Perusahaan Menahan Ijazah Asli?

Perusahan yang melakukan praktik ini berdalih penahanan ijazah sebagai jaminan, entah agar karyawan tidak kabur di tengah masa kontrak kerjanya, atau sebagai kompensasi atas pelatihan yang sudah diberikan. 

Namun, kenyataannya kebijakan ini seringkali tidak diiringi transparansi. Tidak dijelaskan durasinya, tidak ada perjanjian tertulis, dan tidak jarang proses pengembalian dokumen pun berbelit.

Padahal, ijazah merupakan dokumen pribadi yang menjadi hak milik pekerja. Perusahaan tidak memiliki dasar hukum untuk menahan, apalagi menjadi alat kontrol sepihak. Dampaknya, karyawan berpotensi mengalami kesulitan dalam hal mobilitas pencarian kerja mereka. 

Penahanan ijazah asli dapat menghambat pengembangan karir. Bisa jadi pekerja akan sulit mendapat pekerjaan baru, kehilangan penghasilan akibat tidak dapat memulai pekerjaan yang lain, bahkan terkendala ke suatu negara dan pengurusan administrasi lain.

Lebih dari itu, pekerja akan mengalami tekanan mental akibat kondisi ini. Mereka merasa terjebak secara administratif dan tidak bebas mengambil keputusan karir, karena dokumen yang akhirnya kurang lengkap. Hal ini tentu jauh dari prinsip hubungan kerja yang sehat, dimana seharusnya dibangun atas dasar saling percaya dan kesetaraan.

Larangan Penahanan Ijazah Oleh Pemerintah

Menanggapi isu terkait praktik penahanan ijazah oleh perusahaan, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menegaskan dalam konferensi pers (20/05/2025), bahwa pemerintah telah mengambil langkah untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kerja.

Beliau menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memastikan setiap pekerja dapat memperoleh pekerjaan dan penghidupan layak, sekaligus menciptakan kenyamanan dalam bekerja. Oleh karena itu, pemerintah memandang perlu untuk segera mengatasi permasalahan penahanan ijazah yang selama ini merugikan pekerja.

Pada 20 Mei 2025 diterbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/5/HK.04.00/V/2025 terkait larangan bagi perusahaan yang menahan ijazah termasuk dokumen pribadi lain milik pekerja. Upaya ini menjadi langkah dalam melindungi hak-hak pekerja memperoleh pekerjaan dan pendapatan layak. 

Adanya Surat Edaran ini, pemerintah berkontribusi memberikan kepastian hukum bagi tenaga kerja, serta memastikan bahwa perusahaan menerapkan kebijakan yang lebih transparan dan menghormati hak-hak pekerja. Menteri Yassierli menekankan urgensitas dari dikeluarkannya Surat Edaran ini kepada para pimpinan kepala daerah. 

“Surat edaran ini ditujukan kepada para gubernur dan juga disampaikan kepada para bupati, atau wali kota agar melakukan pembinaan dan pengawasan serta penyelesaian dalam hal terjadi permasalahan penahanan ijazah pekerja maupun dokumen pribadi lainnya yang dilakukan oleh pemberi kerja,” ujar Yassierli dalam konferensi pers.

Aturan ini juga sebagai langkah menciptakan lingkungan kerja lebih adil dan profesional. Juga mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh perusahaan terhadap karyawan mereka. Pemerintah berharap dapat meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan menciptakan hubungan industrial lebih sehat di Indonesia.

Saat konferensi pers tersebut, Yassierli juga menegaskan bahwa pemerintah akan melakukan pengawasan ketat terhadap perusahaan yang masih menerapkan praktik penahanan ijazah.

Hasil Keputusan Surat Edaran Kemnaker

Pada Surat Edaran Kemnaker No. M/5/HK.04.00/V/2025, pemerintah menegaskan empat poin penting yang harus dipahami oleh pemberi kerja termasuk HRD dan pekerja. Salah satunya adalah pelarangan bagi perusahaan untuk menahan dokumen pribadi milik pekerja, termasuk ijazah. Baik saat proses rekrutmen maupun selama masa kerja. 

Dokumen yang dimaksud tidak hanya ijazah, tetapi juga meliputi sertifikat kompetensi, paspor, akta kelahiran, buku nikah, hingga surat-surat kepemilikan kendaraan bermotor.

Larangan ini sekaligus menegaskan bahwa pemberi kerja tidak boleh mencegah pekerja dalam mendapatkan pekerjaan lebih baik alias resign.

Bagi para calon pekerja maupun yang sudah bekerja, penting sekali untuk memahami isi perjanjian kerja dengan seksama. Praktik meminta dokumen sebagai bentuk jaminan sudah tidak bisa dibenarkan lagi. Transparansi dan pemahaman yang jelas mengenai hak dan kewajiban kedua belah pihak, harus menjadi dasar sebelum menandatangani kontrak kerja.

Namun, ada pengecualian yang diperbolehkan, yaitu jika ijazah atau sertifikat kompetensi didapatkan lewat pelatihan dari biaya perusahaan sesuai dengan kontrak tertulis. Dalam kondisi ini, pemberi kerja wajib menjaga keamanan dokumen tersebut dan harus membayar ganti rugi jika dokumen rusak ataupun hilang.

Surat edaran ini juga ditujukan kepada seluruh Gubernur di Indonesia, yang kemudian harus mensosialisasikan ke Bupati/Walikota serta pemangku kepentingan terkait di wilayah masing-masing. 

Bagaimana Sikap HRD?

Setelah keluarnya Surat Edaran dari Kementerian Ketenagakerjaan tentang larangan penahanan ijazah dan dokumen pribadi, tanggung jawab untuk menyesuaikan praktik kerja ada di tangan para HRD. 

Langkah pertama yang perlu dilakukan HRD adalah melakukan audit internal terhadap kebijakan dan praktik administrasi SDM. Jika perusahaan selama ini menahan ijazah atau dokumen pribadi karyawan baik sebagai jaminan kontrak, cicilan, atau alasan lainnya. Maka, perusahaan harus mengembalikan seluruh dokumen tersebut.

Kedua, HRD perlu melakukan sosialisasi internal kepada seluruh lini manajemen. Agar semua pihak di dalam perusahaan bisa bergerak memahami batasan serta kewajiban masing-masing.

Ketiga, HRD juga sebaiknya menyusun ulang perjanjian kerja atau SOP rekrutmen dan administrasi. Kalau selama ini ada klausul yang menyebutkan tentang penyerahan ijazah asli atau bentuk jaminan lainnya, maka klausul tersebut wajib direvisi. 

Apabila perusahaan khawatir pekerja tidak loyal terhadap pekerjaannya, seharusnya dibangun sistem kontrak kerja yang adil dan transparan.

Tidak kalah pentingnya, HRD perlu menyadari bahwa risiko hukum bisa menghantui perusahaan jika tetap melanggar aturan ini. Menghindari potensi pelanggaran hukum jauh lebih baik daripada mempertahankan praktik lama yang sudah tidak relevan.

Meskipun Surat Edaran bukan undang-undang, praktik menahan ijazah dapat ditafsirkan sebagai bentuk pelanggaran terhadap prinsip perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan, UU HAM, hingga KUHPerdata. Saat pekerja melapor, perusahaan bisa dikenai sanksi administratif, tuntutan hukum, hingga pencemaran reputasi di mata publik.

HRD harus menjadi pihak yang proaktif. Tidak perlu menunggu sampai viral dulu baru bergerak. Jika HRD abai atau menyepelekan isi Surat Edaran ini, artinya mereka turut berkontribusi dalam melanggengkan sistem yang menyalahi etika ketenagakerjaan.

Sebaliknya, HRD yang sigap merespons Surat Edaran ini akan dinilai sebagai pihak yang adaptif, patuh hukum, dan menjunjung tinggi nilai profesionalisme. ***

Kontributor: Roudlotul Auwalin

Sumber: Konferensi Pers Kemnaker, Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan RI No. M/5/HK.04.00/V/2025

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *